Kamis, 08 November 2012

12.Pengorganisasian & Perkembangan masyarakat

Pengorganisasian dan Pengembangan masyarakat

"PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT"
Pendahuluan :

Mata ajaran "Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat" (selanjutnya akan disingkat sebagai PPM) diberikan oleh Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKMUI sejak tahun 1976. Semula merupakan mata ajaran yang diberikan hanya untuk peminatan (dulu dikenal sebagai program majoring) Pendidikan Kesehatan. Pada perkembangan selanjutnya, setelah penataan kurikulum dalam strata 1 dan strata 2 maka mata ajaran ini menjadi mata ajaran wajib bagi program studi jenjang DIII dan S1, mata ajaran wajib peminatan PKIP program studi S2 Kesehatan Masyarakat dan mata ajaran pilihan bagi peminatan lain pada program studi S2 Kesehatan Masyarakat.
Pembahasan ini dilakukan oleh Jurusan PKIP karena PPM dilihat sebagai salah satu “tehnologi” dalam kegiatan Pendidikan Kesehatan untuk mengorganisasi dan mengembangkan masyarakat sehingga terjadi perubahan perilaku sasaran (dalam bentuk kemampuan untuk mandiri atau self help) yang sifatnya berkelanjutan untuk tercapainya derajat kesehatan yang lebih baik.

Kedudukan dan peran PPM dalam "disiplin keilmuan" PKIP :

Minat pokok "disiplin keilmuan" PKIP dalam konteks kesehatan masyarakat adalah masalah perubahan perilaku kesehatan. Minat pokok ini yang menjadi ciri khas PKIP yang membedakannya dari "disiplin keilmuan" lain di bidang kesehatan masyarakat. "Disiplin keilmuan" Epidemiologi misalnya mempunyai minat pokok pada hal hal yang berkaitan dengan pola distribusi dan penyebaran penyakit, "disiplin keilmuan" Kesehatan Lingkungan mempunyai minat pokok pada hal hal yang berkaitan dengan lingkungan/ekologi dan demikian juga dengan "disiplin disiplin keilmuan" lainnya seperti Kependudukan dan Administrasi Kesehatan yang masing masing mempunyai minat pokok yang menjadi cirinya masing masing.
Dengan titik tolak pada minat pokoknya mengenai hal hal yang berkaitan dengan proses perubahan perilaku, dengan menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Lawrence Green, PPM merupakan tehnologi yang digunakan untuk melakukan intervensi pada faktor pendukung (enabling factors) sebagai salah satu prasyarat untuk terjadinya proses perubahan perilaku. Dengan tehnologi PPM dilakukan pengorganisasian dan pengembangan sumber daya yang ada pada masyarakat sehingga mampu mandiri untuk meningkatkan derajat kesehatannya.

Tujuan Pendidikan :

Tujuan umum dari mata ajaran ini adalah (1) diperolehnya pemahaman tentang pentingnya peran serta masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan (2) diperolehnya kemampuan untuk mengorganisasi dan mengembangkan masyarakat untuk menumbuhkan upaya kesehatan masyarakat yang mandiri dan berkelanjutan.

Ruang lingkup materi dan pokok pokok bahasan PPM :

1. Peristilahan PPM :

Penggunaan istilah PPM diambil dari konsep Pengorganisasian Masyarakat (Community Organization) dan Pengembangan Masyarakat (Community Development). Istilah yang "berbeda" tersebut terutama lebih disebabkan oleh sumber rujukan yang berbeda.
Community Organization terutama lebih banyak muncul dalam kepustakaan yang berasal dari atau berkiblat pada Amerika Serikat sedangkan Community Development" lebih banyak ditemukan dalam kepustakaan yang berasal atau berkiblat dari Inggris. Meskipun "nama"nya berbeda, tetapi isi dan konsepnya adalah sama. Keduanya berorientasi pada proses menuju tercapainya kemandirian melalui keterlibatan atau peran serta aktif dari keseluruhan anggota masyarakat. Mengingat kesamaan konsep tersebut, maka dalam kurikulum FKMUI materi bahasan ini disebut sebagai mata ajaran "Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat".

2. Kedudukan kelompok sasaran sebagai subyek dan obyek :

Dalam pokok bahasan ini dibicarakan tentang kedudukan masyarakat sebagai subyek sekaligus obyek kegiatan pembangunan (kesehatan). Ini dikaitkan dengan pandangan tentang hakekat manusia yang bersifat psiko-analitik, humanistik dan behavioristik. Dalam kaitan ini juga dibahas perkembangan pendekatan dalam program kesehatan masyarakat dimana terjadi pergeseran dari pendekatan yang bersifat doing things to and for people menjadi doing things with people. Dalam menempatkan kelompok sasaran sebagai subyek kegiatan, dibahas juga tentang konsep "piring terbang", dimana upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dilihat sebagai upaya peningkatan dinamika mereka sendiri yang terwujudkan dalam efek "tinggal landas" (upward spirall movement). Intervensi luar dalam konsep ini harus menyesuaikan diri dengan kecepatan perputaran "piringan" dinamika masyarakat yang ada agar tidak timbul kegoncangan masyarakat.

3. Pengalaman belajar :

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai oleh PPM adalah diperolehnya kemandirian masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan. Untuk mencapai tujuan ini maka kegiatan kegiatan yang dilakukan dalam upaya PPM harus diarahkan pada diperolehnya pengalaman belajar dari kelompok sasaran. Akumulasi dari pengalaman belajar yang diperoleh secara bertahap ini kemudian akan menghasilkan kemampuan menolong diri sendiri dalam meningkatkan derajat kesehatannya.
Dalam bahasan ini dibicarakan tentang tiga situasi belajar dalam masyarakat, yaitu required outcome situation, recommended outcome situation dan self directed outcome situation.

4. Keterlibatan dan partisipasi/peran serta :

Dalam upaya untuk secara optimal memaparkan kelompok sasaran pada berbagai pengalaman belajar, maka keterlibatan kelompok sasaran merupakan suatu prasyarat penting (atau bahkan mutlak). Hal ini dikaitkan dengan Hukum Partisipasi seperti yang dikemukakan oleh Haggard, bahwa pengalaman belajar yang diperoleh kelompok sasaran akan meningkat dan lebih menetap jika kelompok sasaran dilibatkan dalam proses belajar.
Pembahasan mengenai partisipasi dilakukan dengan merujuk pada berbagai pengertian tentang partisipasi. Berbagai pengertian partisipasi ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu pengertian partisipasi sebagai hak dan pengertian partisipasi sebagai kewajiban. Jika sebelumnya partisipasi dikaitkan dengan proses belajar, maka konsep dasar partisipasi sebetulnya juga erat kaitannya dengan kesediaan untuk berbagi kekuasaan (sharing of power). Dalam tinjauan ini maka dicoba dibahas tentang permasalahan yang
muncul sehubungan dengan upaya melibatkan kelompok sasaran dalam upaya kesehatan dari segi sharing of power.

5. Pendekatan direktif dan non direktif :

Dalam aplikasinya di masyarakat, upaya untuk melibatkan kelompok sasaran dihadapkan pada kenyataan bahwa situasi dan kondisi masyarakat yang berbeda beda. Sikon yang berbeda beda ini dapat dilihat sebagai suatu kendala dalam melibatkan sasaran secara aktif atau sebagai suatu kondisi yang memang harus dirubah. Disini dibahas tentang penerapan dari pendekatan direktif dan non direktif (directive and non directive approach) seperti yang diuraikan oleh T.R. Batten.
Secara realistis pragmatis, maka sikon masyarakat yang berbeda beda dalam upaya melibatkan masyarakat secara aktif, memang memerlukan pendekatan yang berbeda beda pula. Masyarakat yang lebih siap dapat dibina dengan pendekatan yang non direktif sedangkan masyarakat yang belum siap dapat mulai dibina dengan pendekatan yang direktif.
Meskipun demikian, aplikasi hal ini harus dengan disertai suatu kesadaran bahwa tujuan akhir adalah diperolehnya kemandirian dan oleh karena itu secara bertahap sesuai dengan kesiapan masyarakat perlu ditingkatkan pendekatan yang non direktif.

Pada masyarakat yang masih belum siap (1), maka pendekatan direktif dapat dipertimbangkanuntuk diterapkan sebagai awal tetapi kemudian secara bertahap dikurangi dan diikuti dengan peningkatan pendekatan yang sifatnya non-direktif (2 dan 3).

6. Pentahapan PPM :

Berdasarkan berbagai rujukan mengenai konsep PPM maka dibahas tentang tahapan yang perlu dilakukan dalam mengorganisasi dan mengembangkan masyarakat. Pentahapan dalam PPM dilandasi pada pemikiran bahwa proses belajar berlangsung secara bertahap yang disesuaikan dengan sikon kelompok sasaran. Pentahapan ini sekaligus menggambarkan proses pendelegasian wewenang dari petugas kepada kelompok sasaran. Dalam proses pendelegasian wewenang ini maka secara bertahap kelompok sasaran disiapkan agar mampu mandiri. Pentahapan juga bisa dilihat dari segi keterlibatan kelompok sasaran dalam daur pemecahan masalah. Keterlibatan yang semula lebih banyak pada kegiatan yang bersifat pelaksanaan, secara bertahap ditingkatkan untuk terlibat pada kegiatan yang lebih canggih seperti misalnya pemantauan kegiatan, perencanaan dan penilaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar